MBG: Sepiring Solusi atau Sesuap Masalah?

3 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
MBG
Iklan

Berkat Program MBG, jutaan anak terjamin gizinya dan kecerdasan serta tumbuh kembangnya menjadi berkualitas. Tapi itu di China.

***
When we eat we can feel the love from the people who brought us this food

    - Bocah perempuan 16 tahun di Mozambik, penikmat makan siang gratis -

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Ketika santap siang sampai ke mulut saya, saya merasa kehangatan cinta dan perhatian mengalir dari orang-orang yang susah payah menyiapkan santapan ini. Tadinya saya berharap lisan itu meluncur sebagai testimoni anak-anak pelosok Jawa Barat di hadapan Presiden Prabowo yang baru pulang dari lawatan panjang ke luar negeri. Nyatanya tidak, begitu pulang dari luar negeri beliau disodori data pahit ribuan anak penyantap MBG (Makan Bergizi Gratis) keracunan. 

Tulisan inipun sekadar penyampaian narasi dan gagasan terkait gegap gempita kabar terkini MBG, tak khawatir kartu keanggotaan ini dan itu sampai terblokir. 

Sampai tulisan ini muncul, sudah 5.914 anak-anak keracunan makanan santap siang MBG. Keterangan dari Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai pengampu program MBG, bahwa kasus keracunan makanan MBG terjadi mulai bulan Agustus sampai September tersebar di Bandar Lampung, kabupaten Lebong, Jawa Barat, Banggai hingga Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut BGN, 45 dari 9.400 SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) tidak mematuhi prosedur standar penyajian makanan sehat, aman dan bergizi.

Luar Biasa
Peristiwa keracunan ribuan anak-anak akibat santap siang MBG bukan peristiwa biasa. Terbukti, media-media luar negeri dan mainstream mencantumkan hal tersebut pada headlines mereka. Program MBG atau Makan Bergizi Gratis merupakan program makan siang gratis Indonesia yang dicetuskan pada masa pemerintahan Prabowo Subianto pada tahun 2025. Ini sebenarnya tergolong terlambat, - daripada tidak ada sama sekali - untuk pengamalan keadilan dan kesejahteraan masyarakat terutama di sisi ketahanan pangan dan kecukupan gizi.

MBG di Luar Negeri

Program ini di negara lain bukan hal baru dan disokong penuh oleh Badan-badan PBB Urusan Pangan dan Kesejahteraan. Menurut literatur GCNF (Global Child Nutrition Foundation) tahun 2024  ada 148 negara yang menyelenggarakan program makan siang gratis (yang disebut School Meal Programs), yang dirancang dengan tujuan untuk ketahanan pangan, kecukupan nutrisi serta menggerakkan ekonomi lokal. Mirip-mirip  visi misi program MBG: membangun sumber daya unggul, menurunkan angka stunting, menurunkan angka kemiskinan, dan menggerakkan ekonomi masyarakat.

Lantas, dari ratusan negara tersebut apakah ada yang pernah alami masalah serupa Indonesia: keracunan makanan? Pernah ada. Bulan April 2013, 244 anak-anak SD di distrik Gansu, China alami masalah pencernaan dan ketidaknyamanan akibat susu basi. Bahkan di beberapa negara Afrika juga pernah alami keracunan makanan program makan siang gratis. Tak disebut apakah masalah (keracunan) mereka berulang dan ribuan anak terkena. 

Program makan siang gratis tertua yang bisa dianggap contoh adalah di Jepang tahun 1889 di kota Tsuruoka tatkala sekolah menyediakan makan siang kepada anak-anak tidak mampu. Program ini dipatenkan tahun 2014, dan sekarang 99% SD dan 88% SMP  di Jepang menyediakan makan siang gratis. Apakah Jepang pernah alami masalah keracunan (MBG)? Sejauh catatan, belum pernah terjadi.

Brasil menyediakan makan siang gratis untuk anak-anak tidak mampu sejak tahun 1940, dipandu ahli gizi kompeten, justru  guna mengatasi kegemukan (obesitas) dengan edukasi nutrisi memanfaatkan sumber pangan lokal. India bahkan lebih hebat lagi, memberi makan jutaan anak-anak setiap hari lewat Yayasan Akshaya Patra. 

Dimana Masalahnya

Dari literatur yang saya baca, ada tiga tantangan pengelolaan MBG: logistik, pasokan dana dan koordinasi antar pihak. Awal-awal tatkala mencermati struktur BGN yang diisi beberapa petinggi militer, ada keyakinan tantangan logistik tak akan terjadi. Ternyata harapan berbeda dengan kenyataan. Keunikan lainnya program MBG di Indonesia, penyuplai hidangan santap siang adalah SPPG yaitu semacam unit katering lokal yang ditunjuk atau tender. Kendati ada standar dan sertifikasi yang muncul belakangan, masalah melaju lebih cepat daripada perkiraan.

Negara-negara luar yang bahkan sudah ratusan tahun mengelola MBG, semua rata-rata dikelola oleh kantin sekolah. Bagaimana cara mereka mengelolanya? Mari ambil contoh China.

MBG di China

Program MBG versi China disebut FLC, kepanjangan dari Free Lunch for Children. Inisiatif program makan bergizi gratis yang diluncurkan China di tahun 2011 dan berlangsung selama 10 tahun: 2011-2020. Tujuannya  untuk mengatasi kelaparan dan kurang gizi di desa-desa pelosok dan terpencil karena keluarga mereka tak sanggup membekali makan siang atau karena jarak rumah dan sekolah sangat sangat jauh, agar orang tua anak-anak tak dipusingkan biaya konsumsi dan bisa berhemat.

Berhasil

China memetik hasil dari FLC sepuluh tahun kemudian. Data berbicara, ada 40 juta anak-anak China terbantu gizi, kecerdasan serta tumbuh kembangnya. Bulan Mei 2019, terbit Laporan Kementerian Pendidikan bahwa dari data kemajuan, tinggi badan anak laki-laki naik 1,55 cm, perempuan naik 1,7 cm. Sedangkan berat badan naik 1,06 kg dan 1,18 kg masing-masing, yang lebih tiggi daripada rata-rata nasional. O ya, program FLC ada di bawah kendali Kementerian Pendidikan. Disini bedanya.

Kementerian Pendidikan dibantu ahli gizi dan menu menetapkan standar makanan sehat dan aman. Sekolah ikut saat pembelian bahan baku masakan, proses desinfektan perangkat makan, penyimpanan dan distribusi makanan. Setiap hari ada suplai protein pada menu. 


Makan Bareng

Lebih ketat lagi, guna menjamin kualitas makanan bagi anak-anak, Kementerian Pendidikan, Biro Pengawas Gizi (Badan Gizi Nasional) dan Dinas Kesehatan mewajibkan Kepala TK, SD dan sekolah harus makan bareng anak-anak. Kadang, bahkan orang tua diajak bersantap untuk memastikan makanan benar-benar aman dan berkualitas (jangan sampai keracunan)

Pemerintah pusat China menggelontorkan dana sebesar total 147.2 miliar Yuan (setara 350 triliun rupiah) selama 2011-2019. Terasa mini dibanding dana MBG.  Dana disebar ke Dinas Pendidikan lokal setiap awal semester berdasar jumlah murid sekolah masing-masing. Setelah dana masuk, harus ada tender terbuka untuk mencari pemasok bahan baku masakan (ada panitia pengawas proses pembelian).

Belanja dana oleh sekolah akan diaudit: beli apa, jumlah murid, daftar menu, dan nama masing-masing anak. Penerima manfaat FLC adalah 37 juta anak sekolah dari total 291 juta anak sekolah. China lebih fokus pada anak-anak di area pelosok dan terpencil yang terindikasi kelaparan dan kurang gizi, bukan anak-anak kota besar atau kabupaten yang berkecukupan.


Bagaimana MBG

Program baru berjalan tahun ini 2025 dan sudah muncul beberapa masalah yang melaju lebih cepat daripada perkiraan. Apakah fair membandingkan program baru jalan setahun dengan program yang sukses berjalan berpuluh-puluh tahun di negara lain? Sedangkan anggaran MBG untuk tahun 2026 sudah dipatok sebesar 335 trilun rupiah.

Lantas, kritik bertubi-tubi terhadap MBG membuat Indonesia mestinya  mulai berkaca mengenali dan memahami dirinya sendiri. APBN China itu 2937.8 miliar dollar, Indonesia 102,09 miliar dollar. Hanya 3 persennya China. Target MBG sekitar 20 juta anak, jumlah anak sekolah 50 juta. Target MBG minimal mencapai 50 persen dari 20 juta anak. Lantas berapa capaian sejauh ini? Baru 8 juta anak menikmati MBG.
 
Pemerintah China yg bergelimang uang  dan dana saja berhati-hati menjalankan FLC. Program tersebut tidak dipakai untuk kampanye politik atau propaganda sesaat. Semua melulu untuk riset ilmiah kemajuan generasi masa depan. FLC sangat presisi, terbatas dengan manajemen yang rapi.

Lanjut
Presiden Prabowo sudah menyatakan program MBG akan dievaluasi tetapi tetap lanjut terus. Mungkin, presiden dan kabinet ingin perbaikan kesejahteraan nasib bangsa secepat-cepatnya tanpa banyak pertimbangan yang merepotkan. Namun selama MBG banyak diisi menu beban politik, sajian birokratis dan hanky-panky lainnya selain menu-menu sehat, aman berkualitas, anak-anak nampaknya perlu bersabar agar bisa bersama-sama menyantap sepiring makan siang penuh cinta dan kehangatan, suap demi suap  dengan aman.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Didi Adrian

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler